Kamis, Desember 30, 2010

Trip to Tanah Lot

Kamis, 30 Desember 2010.

Sekitar jam 10 pagi, Saya bersama dengan Natalina, Kadek dan Ibunya, bergerak menuju arah Barat Sukawati, atau arah Barat Daya pulau Dewata. Tujuan kami adalah Tanah Lot. yang terletak di Desa Beraban Kecamatan Kediri kab. Tabanan. Dari Sukawati, perjalanan sekitar 50 km, kami tempuh dengan waktu sekitar satu jam setengah dengan menggunakan sepeda motor.

Menurut legenda, pura ini dibangun oleh seorang brahmana yang mengembara dari Jawa. Ia adalah Danghyang Nirartha yang berhasil menguatkan kepercayaan penduduk Bali akan ajaran Hindu dan membangun Sad Kahyangan tersebut pada abad ke-16. Pada saat itu penguasa Tanah Lot, Bendesa Beraben, iri terhadap beliau karena para pengikutnya mulai meninggalkannya dan mengikuti Danghyang Nirartha. Bendesa Beraben menyuruh Danghyang Nirartha untuk meninggalkan Tanah Lot. Ia menyanggupi dan sebelum meninggalkan Tanah Lot beliau dengan kekuatannya memindahkan Bongkahan Batu ke tengah pantai (bukan ke tengah laut) dan membangun pura disana. Ia juga mengubah selendangnya menjadi ular penjaga pura. Ular ini masih ada sampai sekarang dan secara ilmiah ular ini termasuk jenis ular laut yang mempunyai ciri-ciri berekor pipih seperti ikan, warna hitam berbelang kuning dan mempunyai racun 3 kali lebih kuat dari ular cobra. Akhir dari legenda menyebutkan bahwa Bendesa Beraben 'akhirnya' menjadi pengikut Danghyang Nirartha. (wikipedia )

Sampai di Tanah Lot, kami memasuki parking area khusus sepeda motor. Dengan biaya parkir sebesar Rp 2000/ sepeda motor, kita akan mendapatkan areal parkir yang luas untuk sebuah sepeda motor, yaitu sekitar 1m x 1,5 m. Di loket ini juga sekalian kita membeli tiket masuk untuk wisata Tanah Lot senilai Rp 7500 perorang, sebuah harga yang terjangkau untuk ukuran kantong wisatawan lokal berjiwa backpacker seperti saya.

Memasuki kawasan Pura, terlebih dahulu kita melewati jajaran toko-toko souvenir yang menjual beraneka ragam pakaian, aksesoris, lukisan, patung, dan juga hotel.

Kawasan wisata ini memang menyungguhkan pemandangan alam yang unik, dengan pantai karang yang terguras abrasi laut selama ratusan bahkan ribuan atau jutaan tahun, yaitu ukiran alam yang membentuk pola-pola lengkung di dinding-dinding batu. Tidak lupa tentunya saya mengabadikan gambar diriku dengan kamera brica kesayangan saya di sana.

Sore di Pantai Purnama-Sukawati

Sore kemarin, 29-12-10, saya berkesempatan mengunjungi Pantai Purnama di Sukawati. Pantai ini adalah pantai yang terdekat dengan rumah tempat saya menginap di Banjar Tameng Sukawati, hanya sekitar 10 menit menggunakan sepeda motor melalui jalan desa.Tiket masuk ke pantai ini tergolong sangat murah, hanya Rp 2000/ motor.

Pantai ini merupakan pantai berpasir hitam, dan di sebut pantai suci karena sering dilakukan upacara besar umat Hindu.

Ombak di pantai ini besar dan lumayan tinggi, ditambah dengan karakter pasir hitam memberikan tampilan air yang gelap dan seram, sehingga ngeri membayangkan untuk mandi di pantai ini. menurut teman saya Kadek, biasanya sabtu- minggu atau hari-hari libur pantai ini ramai di kunjungi oleh wisatawan lokal, anak-anak sekolah. Mereka biasanya mandi di sini, pada kesempatan kemarin saya juga menyaksikan seorang warga lokal ( bapak2) mandi tanpa busana di pantai ini.

Pada kesempatan ini, saya hanya bermain ombak di kedalaman 1/2 kaki alias sampai lutut. Meskipun demikian sesekali ombak besar mendatangi saya sampai ketinggian sepinggang, cukup membuat pakaian saya basah kuyub. Dari Pantai ini kita dapat menyaksikan Pantai Sanur di kejauhan barat daya dan Pulau Penida di arah timur.





Rabu, Desember 29, 2010

Menikmati indahnya Pantai Kuta

Hari Ketujuh di Bali...pagi-pagi sudah Hujan seperti kemarin juga. Planning sore ini bisa batal lagi nih.... Seperti pada hari ke-empat yang lalu juga batal karena cuaca.....

Dua hari yang lalu...saya berkesempatan main-main ke Pantai Kuta. Dari sukawati meluncur dengan supra menuju Denpasar. mendekati areal Kuta, suasana langsung berubah. Jalanan yang tadinya lenggang menjadi macet, juga rupa-rupa wajah manusia semakin bervariasi, dari wajah pribumi, asia, eropa, afrika, sampai amerika, lengkap semuanya bagaikan sepiring gado-gado. Dengan bersusah payah, termasuk pake jurus naik troktoar, akhirnya kami memasuki areal pantai. ternyata perjuangan belum berakhir, ternyata kami harus bersusah payah menemukan areal parkir yang bisa menyimpan 2 sepeda motor.

Setelah memarkirkan kendaraan, semua kelelahan bermotor selama satu setengah jam ( kalau tidak macet hanya sekitar 40-an menit saja kata Kadek ) terbayar sudah. Semilir angin yang berhembus tiada henti-hentinya memberi kesejukan di hati. pemandangan orang-orang yang beraneka ragam menikmati suasana pantai dengan beraneka ragam aktivitas, -berenang, foto-foto, berselancar, berselancar angin, berjemur, berlari, dll-, membuat suasana semakin ceria.

Kesempatan berkunjung ini saya nikmati dengan sepuas-puasnya. Berbaring menikmati matahari senja, berenang di pantai membelah deburan ombak yang bergulung tinggi, dan menikmati panorama pantai yang indah saya lakukan sampai matahari sembunyi di balik horizon.

Sungguh pengalaman yang berkesan bisa berada di sini. Semoga di lain waktu saya bisa kembali menikmati suasana ini.....







Sabtu, Desember 25, 2010

Hari ke tiga di Bali

Hari ketiga di Bali

Setelah hari pertama mengunjungi pasar seni Sukawati dan Pasar Senggol pada malamnya, pada hari kedua kemarin saya berkesempatan mengunjungi Pantai Sanur, tepatnya di Pantai Matahari Terbit. Kesan yang saya ihat di pantai ini adalah pantai yang sudah di reklamasi dengan karang buatan dari batu-batuan, namun tetap memberikan kesan alaminya. Aktivitas nelayan menebarkan jaringnya, perahu motor tempel, para wisatawan berendam, dan orang-orang berjemur di pantai, merupakan pemandangan yang lumrah untuk disaksikan di sini. Satu lagi, air laut di pantai ini sangat jernih, kontras sekali jika dibandingkan dengan kondisi di Ancol. Setelah dari pantai sauya sempat mampir mengunjung seorang Family dari tunangan saya di daerah Gianyar, di Asrama Denzipur. Selanjutnya pulang mampir ke Air terjun Tegenungan

Hari ketiga di Bali bertepatan dengan hari raya Natal. Pada kesempatan ini saya memanfaatkannya untuk misa di Katedral Denpasar, di Gereja Roh Kudus. Pengamanan misa Natal sangat ketat, mungkin karena adanya isu-isu Natal berdarah, untuk memasuki gereja kami harus antri dan melewati detektor logam yang di jaga oleh satuan Jihandak Brimob Polda Bali. Namun semua itu saya pandang sebagai hal yang kecil bila dibandingkan dengan kegembiraan natal bersama saudara seIman yang berkumpul dalam ekaristi suci.

Setelah selesai misa, sebelum pulang ke tempat Kadek di Sukawati, tempat saya menginap selama di Bali, saya mampir ke Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Badra Sandi, di Renon Denpasar. Lokasi momunen ini tidak terlalu jauh dari Katedral Denpasar. Di Monumen ini, di lantai tengah, kita bisa menyaksikan relief-relief perjuangan rakyat Bali, dan foto-foto sejarah kerajaan-kerajaan di Bali di lantai bawah. Di Lantai paling atas kita bisa menyaksikan pemandangan sekitar Monumen, serta bisa untuk berkontemplasi. Dari puncak ini juga terlihat jelas menara Katedral.

Sorenya saya berniat untuk melanjutkan perjalanan ke Tanah Lot. namun sayang cuaca yang kurang bersahabat, hujan, membuat rencana ini di batalkan untuk sementara waktu.

Minggu, Desember 19, 2010

Kejahatan bisa menimpa siapa saja, kapan saja , dan dimana saja

Sore tadi seperti biasa aku pergi makan ke warteg langgananku, di depan masjid di Salemba Bluntas. Ya sebagai anak kost, warteg adalah pilihan yang tepat (syukur Pemda DKI gk jadi mengenakan pajak warteg). Saat mendekati warteg, tepatnya di warung biru/burjo/intelnet, saya melihat teman saya sesama IFP Fellow, Harli, sedang sibuk memeriksa tasnya.
"habis dari mana bos " sapa ku...
" ini...di copet HP ku pulang dari Bogor.."
" Oh ya....simpan di mananya bang....."
"di saku.....dua-dua nya lagi "
"Ya udah.......aku makan dulu ya" sambung ku
" OK "
akupun berlalu, masuk ke Warteg. sementara dia terus sibuk memeriksa Tasnya, seakan berharap dia salah simpan dan HP tersebut ditemukan di antara barang-barang di dalam tasnya.

saat menikmati sayur asam dan semur ikan mas, dia datang menghampiriku

" ada bawa HP kau ?...pinjam dulu aku mau coba hubunginya "
"ada...ini...." kataku seraya meminjamkan HP ku.
beberapa waktu, dia terus mencoba menghubungi kedua nomor HPnya, yang tentu saja menurutku pasti sudah tidak aktif lagi karena pastilah si pelaku langsung akan mematikan HPnya begitu berhasil dia kuasai, atau bahkan membuang nomornya. Hal itu seakan sudah menjadi SOP bagi pelaku kejahatan, menghilangkan barang bukti.

" udah ngk aktif semuanya....."
" memang gitu biasanya bang.....kecuali pencurinya amatiran. Udah abang hubungi operator aja minta nomor yang sama...kan sayang nomornya" kata ku.
Dia pun berlalu kembali ke kostnya.

Aku pun melanjutkan makan ku, dan segera kembali ke kost juga setelah itu.

Memang....ternyata kejahatan itu selalu mengancam siapa saja dan kapan saja. Dia tidak peduli akan kondisi fisik kita, mau gagah, lemah, tak berdaya, atau super sekalipun. Satu yang pasti bahwa kejahatan akan mengambil bagiannya pada saat kita lengah dan ada kesempatan.

Mengutip Bang Napi" Kejahatan timbul bukan hanya karna ada niat sang pelaku, tetapi juga karena ada kesempatan. WASPADALAH....WASPADALAH..."

Sabtu, Desember 18, 2010

SOLVING POLLUTION PROBLEMS IN JAKARTA


Pollutions for many people are classical, unsolved, and confusing problems. Especially for Jakartan, they are so familiar with pollution because they are living in polluted area. Living in polluted water, land, and air, is Jakarta’s daily menu. Actually, pollution problems can be solved easily if we really want to do it. There are many methods that can be used to solve these problems. Therefore, pollution problems in Jakarta can be solved in different ways based on their types.

The first type of pollution problems in Jakarta is water pollution, which can be solved by raising people’s awareness and giving strict penalty to industry which pollutes water. Based on survey by BPLHD Jakarta (Jakarta ecological monitoring agency) in 2004, all rivers in Jakarta, 13 rivers, have been polluted, so they can’t be used as source of drinking water. Not only have waters in those rivers been polluted, but also 63 % of ground waters in Jakarta have been polluted with Escherichia coli bacteria, said USAID Indonesia. According to Nusa Idaman Said, researcher from BPPT(Research and Developing Technology Agency), total amount of waste water entering Jakarta rivers system is approximately 1.316.113 m3/day. It is divided into 75% from domestics, 15 % from office and business area, and 10% from industries. However, he said, based on organic and chemical contents, waste water from office and business area are the biggest sources of water pollution that are reaching about 70.(Media Indonesia, 31 Mei 2002, Rubrik Kesra). These realities happen because people throw away garbage and waste water into rivers. Also, they direct the flow of their excrements from lavatory into them because only 39% are Jakartan houses to own septic tank. On the other hand, there are only 400 out of 4000 industries in Jakarta having waste water installation. Based on these situations, basically water pollution in Jakarta can be solved technically easily by giving awareness to Jakartan not to discard rubbish into rivers, providing septic tank for every house, giving hard sanction for industries those doesn’t have waste water treatment installation.

The second type of pollution problem in Jakarta is land pollution that can be solved through some methods. According to Wikipedia, land pollution is the degradation of Earth's land surfaces. It is often caused by human activities and the misuse of land resources. Urbanization and industrialization are major causes of land pollution. Therefore, as a metropolitan city, Jakarta faces this problem also. Jakarta has only 9.3 % green open area from 661.52 square km of its size areas. This reality is definitely lesser than ideal condition ruled by Indonesia regulation number 26 year 2007 about environment layout (tata ruang). Based on this regulation, a city must provide at least 30% from its size for green open area (RTH-ruang terbuka hijau). The other problems are people throw away waste (solid and liquid) in any places, and open dumping system in trash management by Jakarta government such as at final disposal waste Bantar Gebang. There are some methods that can be done to reduce the effects that are caused by land pollution. Firstly, people must be educated and warned not to dispose garbage into land but in litter basket so that they must prepare many trash bins in Jakarta. Secondly, they must develop well management open dumping system that is environmentally friendly using contemporary technology. Next, in order to follow lawsuit of regulation, local government must increase their green open area which can also solve air problem. Finally, for the regions that are being polluted, the effects of pollution can be reduced technically by remediation or bioremediation methods. Remediation is an activity to clean up polluted land surface. There are two types of remediation namely in-situ (on-site) and ex-situ (off-site). On-site cleaning is implemented at location that was polluted customarily cleaning, venting, and bioremediation. This method is easily and cheaply than other. Meanwhile, off-site cleaning is applied out of polluted land area. This method is started by excavating contaminated soil. Afterwards, it is carried to safe area. On that area, those soils are cleaned from contaminant substances by placing it in impenetrable tank and pumping cleaning agent into it. This method is expensive and complicated. Bioremediation, used in on-site method, is a cleaning process by using microorganism such as fungi. It having a goal to break or degrade pollutants from hazardous compound to harmless compound.

Finally, the last type of pollution problem is air pollution which can be solved by reducing number of motor vehicles, filtering exhaust gas of every machine, and planting more plants. In Indonesia, Jakarta is the most contaminated city so that it is called as “pollution city” by its people. In global scale, Jakarta is the third polluted city in the world after Mexico and Bangkok. The most significant source of air pollution in Jakarta is exhaust gas from motor vehicles that is approximately 70 %. Based on data from Indonesia Police Commission, in June 2009, the numbers of vehicles that listed in Jakarta are 9.993.867, whereas the population of this city is only 8.513.385 on March 2009. This comparison showed that numbers of conveyance in Jakarta are more than its populations. However, this numbers of vehicle still increase by 10.9 % per year. Meanwhile, the length of roads is only 6.26 % from total area of Jakarta. Actually, ideal ratio for road infrastructure compared to city area is 14 percent. In this condition, it is easy to understand that traffic congestion is hard to handle and air pollution is rising. On the other hand most of factories in Jakarta have not an absorber installation on their smokestack in order to absorb hazardous gases from their activities. Leak of green open areas are also one of the factors that cause pollution rate to be continuously rising. To reduce air pollution level, local government of Jakarta launched a program called “Car Free Day”, in which cars (and also motorcycle) are not allowed to enter some areas in Jakarta. Pursuant to BPLHD Jakarta, this program proved having a productive result to reduce air pollution level in Jakarta, whereas during 2009 pollutions parameters decrease, 37 % for dust, 67 % for carbon monoxide( CO ), and 75% for nitrogen monoxide (NO). In the future, this program must be continued and the areas are imperative to be widened. The other solutions are government must point out that every motor vehicle must be installed with catalytic converter to absorb harmful gases and every factory must provide absorber unit in order to control their gas pollutions. Every encroachment by whoever must be given hard punishment.

As we have seen, it is not impossible to solve Jakarta pollution problems because they can be handled easily based on their characteristics. The most important thing is the best collaboration between government and the community. Government must be able to invite all of people to be joints to keep their own environment because people activities are the main factor of pollution. On the other hand, government must be assertive to perform law enforcement. Law must be maintained without any exception to whomever. In addition, as citizens, jakartan must be awakened in order to guard their environment. They must know that government can’t do anything without their help. If these happen, we can see blue skies every day, inhale fresh air everywhere, enjoy clean rivers everyplace, in Jakarta. Would us ?

Kamis, Desember 16, 2010

Latihan Ngeblog Bersama Mas Win

Rabu kemarin, 15 Des 2010, dengan sangat sabar Winarto (http://winarto.in) membagi ilmunya kepada kami untuk membuat blog di wordpress. Sekitar 10 orang berkumpul di ruang 406 LBI UI siang itu, mereka adalah para fellow elect IFP cohort IX 2010 akan belajar bersama Mas Win untuk membuat blog di Wordpress. Memang ngeblog bagi sebagian dari kami bukanlah hal yang baru karena sebagian dari kami, termasuk saya, sudah memiliki blog pribadi, tapi bukan di wordpress.

Kegiatan ini dimulai sekitar jam 13.20 WIB, di mulai dari membuat account di WP, terus melakukan seting theme dan layout di dashboard, sampai mencoba melakukan publish tulisan dan gambar. Meskipun sudah familiar dengan kegiatan ngeblog, namun kami masih juga merasa kesulitan untuk melakukan seting di WP. Beruntung, Mas Win dengan penuh pengertian, kesabaran, dan semangat mau mengajari kami step by step sampai akhirnya semua yang hadir berhasil membuat blognya masing-masing (lihat di http://ifp2010.wordpress.com/) saat berakhirnya pelatihan pada pukul 17.00 WIB.

Pada saat pelatihan ini saya memutuskan untuk membuat blog yang isinya khusus membahas mengenai kebudayaan Dayak dalam bahasa Inggris. Melalui blog ini saya ingin memperkenalkan kebudayaan Dayak secara luas kepada masyarakat, khususnya masyarakat Internasional, sehingga mereka bisa mengenal dengan lebih baik dan menghapus stereotype yang negatif mengenai orang Dayak. Selain itu juga saya menjadi semakin tertantang untuk mengasah kemampuan menulis saya dalam bahasa tersebut. Inilah blog saya hasil pelatihan tersebut : pangalajo.wordpress.com



Senin, Desember 13, 2010

Hasil tes ketiga ITP-TOEFL

Slightly decrease, smoothly decrese. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan hasil tes ITP-TOEFL saya yang ke-3, setelah meningkat sebanyak 34 point dari placement test pada tes ke 2 menjadi 517, menurun sebanyak 4 poin menjadi 513. Seperti pada tes-tes yang lalu, bagian yang berkontribusi menurunkan skor saya adalah structure section. Kali ini saya hanya berhasil menjawab 22 pertanyaan benar dari 40 soal yang tersedia, dan hanya menghasilkan skor 47 poin. Untuk bagian listening agaknya kali ini cukup lumayan dimana saya masih berhasil benar 34 dengan skor 52. Sedangkan reading seperti biasa merupakan bagian penyelamat saya, 34 benar dibagian ini mendongkrak skor saya ke 55.

Perkembangan ini meskipun mengalami sedikit penurunan namun masih bisa membuat saya merasa tenang karena selain masih ada waktu untuk berbenah, minimal sekarang saya sudah tahu posisi kemampuan saya dalam berbahasa Inggris. Apapun alasannya, inilah kemampuan dan hasil usaha saya sampai saat ini. Namun target ke depan sudah pasti saya harus mampu mendapatkan skor di atas 550.

Bagaimana dengan teman-teman yang lain ? Kebanyakan teman-teman mengalami peningkatan hasil, meskipun ada juga yang turun. Lucu juga hari ini melihat berbagai ekspresi teman-teman, dari yang gembira, biasa-biasa saja, samapai yang merasa sangat sedih. Dari yang tertawa-tertawa, senyum-senyum, diam tenang-tenang, sampai yang "agak gila". Namun yang terpenting menurut saya, mengutip pernyataan rekan Umar Werpete, " Lebih baik pulang kampung setelah PAT dalam kondisi bodoh daripada menjadi gila". Artinya, usaha sudah kita berikan, perjuangan telah dilakukan, maka apapun hasilnya maka harus kita terima dengan lapang dada dan penuh syukur karena Live must go on.

Minggu, Desember 12, 2010

Catatan Perjalanan ke TMII

Akhirnya setelah dormant selama 2 hari sejak Jum'at kemarin, hari ini saya keluar dari kost-anku tercinta di Murtadho. Setelah makan siang, jam 14.00 WIB, bersama Wardah dan Nela, saya berangkat menuju TMII dengan rute Salemba UI-PGC (Busway), kemudian nyambung mikrolet T 02 jurusan Cililitan-Cilangkap, turun di gerbang 3 TMII.

Sesampai di TMII, setelah membawar tiket @ Rp 9.000;, kami langsung menelusuri ruas-ruas jalan, melewati Museum Olahraga, Museum Telekomunikasi, beristirahat sebentar di Desa seni dan Kerajinan untuk ke kamar kecil. Wah, ternyata setelah 4 tahun lebih tidak ke TMII tarif kamar kecil juga sudah naik 300%, menjadi Rp2000/"transaksi".

Awalnya kami berencana untuk berkeliling TMII dengan sepeda, namun karena tidak ada sepeda yang gandeng 3 ( alasan yang mengada-ada kayaknya) maka kami memutuskan berjalan kaki. selanjutnya kami menuju Tugu Api Pancasila. Di sini kami mengambil beberapa foto-foto, dan yang lucu adalah si Wardah mengajak badut berfoto. Ternyata setelah berfoto si badut minta bayaran....hahaha keluar deh uang 2000 lagi.

Selanjutnya kami berjalan ke arah Utara, melintasi stasiun sky lift ke arah anjungan-anjungan provinsi. Diantaranya kami singah untuk ambil foto-foto di Anjungan Jambi, Riau, SumBar, Sumut, Aceh. Sesampai di Anjungan KalBar,kami berkunjung ke Rumah Betang, rumah adat suku Dayak, dan menonton anak-anak Sanggar Borneo Khatulistiwa sedang latihan tari tradisional kreasi. Di anjungan Kalbar, saya menemui kepala anjungan, Bang Juki, untuk menanyakan tentang program latihan menari tradisional. Dari beliau sada memperoleh informasi bahwa latihan tari Dayak diadakan setiap kamis dan minggu sore. Wah asyik juga nih kayaknya kalo gw ikutan latihan 1 tari tradisional, bisa unjuk kebolehan nanti di luar negeri. Fortunately, ternyata gw bisa ikut latihan di sana.Berhubung hari sudah menunjukkan jam 5 sore, kami memutuskan untuk segera pulang karena kami masih akan mampir ke tempat kadek di Kramatjati.

Sesampai di Kramatjati, Kadek sudah menunggu. Kami berjalan kaki menuju tempat tinggalnya yang berjarak sekitar 10 menit perjalanan. Dalam perjalanan kami singgah dulu di Masjid untuk menunggu Wardah yang menunaikan sholat magrib. Sesampai di tempat Kadek, kami di sambut dengan hangat oleh keluarga beliau. Cerita punya cerita, ternyata si Wardah ketemu sesamo orang Palembang. Istri yang punya rumah ternyata orang Bali yang dari kecil sudah tinggal di daerah sekitar Palembang. Setelah ngeteh, makan, dan ngopi, kami terpaksa pamitan pulang ke kost lagi karena takut kehabisan busway, angkutan murah meriah bagi para Fellow Elect.

Meskipun sempat terpisah busway dengan Wardah, akhirnya kami sampai di halte UI pada waktu yang hampir bersamaan. Ternyata wisata ke TMII itu hanya murah biaya masuknya saja ya...semua yang ada di dalamnya ternyata harus bayar, kecuali lihat-lihat anjungan.

Sabtu, Desember 11, 2010

Bahasa-ku, Bahasa-mu, Bahasa kita ?

Tak serasa ternyata sudah sejak 16 April 2010 blog ini tidak pernah kuhiasi dengan catatan apapun. padahal setial online blog ini selalu muncul di browserku karena memang kuseting sebagai default page.

Malam minggu ini kucoba membuka bagian posting dengan log in di dasboardnya blogspot, malwan semua penyakit lamaku yang memang malas menulis. Oh ya memang sejarah blog ini muncul karena aku ingin sekali menang melawan diriku, aku ingin juga meninggalkan jejak di dunia ini.

Sekarang bulan ketiga aku berada kembali di Jakarta, tepatnya di Salemba untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris di LBI UI. Bersama dengan 50 orang teman Fellow Elect dari seluruh Indonesia kami berkumpul bersama dalam kawah candradimuka, LBI UI, untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Ingris kami agar bisa melanjutkan studi Master di luar negeri. Loh, kok tidak bisa Bahasa Inggris bisa dapat beasiswa ? Mungkin pertanyaan itu akan muncul dari sebagian besar orang yang menganggap bahwa kemampuan berbahasa Inggris merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan beasiswa ke Luar Negeri. Namun tidak demikian dengan beasiswa IFP (International Fellowship Program ) yang di gagas oleh IIEF ( http://www.iief.or.id ) dengan sokongan dana dari Ford Foundation. Bagi IIEF, kemampuan bahasa Inggris seseorang bisa diasah dan ditingkatkan, dan ini sudah mereka buktikan pada cohort-cohort sebelum kami (1-8). Yang terpenting menurut IIEF adalah komitmen sosial dari pribadi terpilih dan sepakterjang yang sudah dilakukannya bagi masyarakat sekitarnya serta visi ke depannya merupakan faktor utama yang menjadi dasar terpilihnya saya bersama teman-teman dari seluruh Indonesia ini. Kekurangmampuan dalam Bahasa Inggris yang kami miliki saat ini bukan karena kami tidak bisa, tetapi lebih kepada kurangnya kesempatan yang kami miliki untuk memiliki kemampuan itu. Untuk alasan inilah maka sejak tanggal 4 Oktober 2010 lalu kami di gembleng di LBI UI, sebagai ajang pembuktian bagi diri kami. Untuk tahap pertama kursus ini akan berakhir pada 22 Desember 2010, dan akan dilanjutkan kembali pada 4 Januari 2011 s/d 28 Maret 2011.

Menjelang liburan Natal dan Tahun Baru ini, ternyata rasa bosan dan malas mulai menggerogoti hati kami. Hanya satu yang bisa membuat kami tetap semangat, yaitu semangat bahwa kami BISA jika kami di beri kesempatan.

Banyak lagi yang mau kutulis di sini, tapi sulit rasanya mau memulai dari mana dan bagaimana merangkainya menjadi kalimat-kalimat yang indah dan utuh. Mudah-mudahan nanti akan aku ceritakan lagi yang lebih detailnya. Sudahlah, aku mau istirahat saja dulu malam ini. Besok pagi rencananya mau ke TMII, sekalian misa pagi di sana.