Selasa, Agustus 16, 2011

Setahun tepat pengumuman memperoleh Beasiswa IFP

 Tidak terasa hari ini tepat satu tahun sejak pengumuman saya lolos beasiswa IFP.  Saat buka notifikasi FB,  tadi teman saya, Winarto, memberikan komentar ke status saya tanggal 16 Agustus 2010 "Hore...akhirnya tercapai juga impian ke luar negeri...siap2 ni mengurus semuanya!". Katanya, "tepat satu tahun pengumuman beasiswa" . . .

 Waktu memang berjalan begitu cepat dan seolah tidak terasa lama. Setahun berlalu: enam bulan belajar di LBI UI, dan 4 bulan belajar di CES Maastricht University. Besok, kebetulan bertepatan dengan peringatah HUT RI ke-66,  saya akan menerima sertifikat kelulusan short course Bahasa Inggris dan Academic Skill. Dan keesokan harinya, saya akan menuju ke Universitas Wageningen untuk memulai study master Environmental Science: Energy Technology.

Jumat, Agustus 12, 2011

The last day PAT Class

After four months tired with IELTS, study skill and computer classes, now is the last day of the PAT April Class. It was a wonderful experience to be able to become a student at Maastricht University, even just for a short period.

Here, not only  I learned about the academic, but also how to adapt with new life environment and friends. What can I say now is: Thank a million for all teachers that was taught us (Rebecca Cooke, Kevin Richardson, Annemarie Simons , Kristine Sorensen, Andrea Marques, Laura Sarino, Hannerieke van der Boom). See you on the next occasion...

Kamis, Agustus 11, 2011

Wonderful Result

Yesterday at around 11 am, when we were busy to do an SPSS and Excel exercise in computer class with Andrea marques, our teacher, I saw Wardah stood up on the corner and raised her hands to God. I was confused and started to ask: What's going on? She said: "IELTS result was issued and we are sent from sms by Aude, CES staff". Unfortunately, I forgot to bring my handphone at that time.

Immediately, I started to search the result online through the IELTS official website- actually I had tried to find it since last night- but I still didn't have any result. It hasn't been published yet. I didn't lost my idea. I sent an email to Aude that told I forgot to bring my phone and asked the result and continued my exercise.

Emilius Sudirjo to Aude
show details 11:31 AM (12 hours ago)

Dear Aude,

I forgot to bring my phone today. could you email my IELTS result to me?

Regards,

Emil

About 5 minutes later, a notice message from my g-mail appeared on the right-top my screen, it was from Aude. With a palpitated heart, I opened the mail.

Collioud Aude (SSC) to me
show details 11:34 AM (12 hours ago)

J

Of course!!

You did excellent: Congratulations!!

L: 7.5 R: 8.5 W: 6.0 S: 7.0

Overall: 7.5

Well done!!

THANKS GOD.... It was an amazing result that I ever got. I was very happy because every single effort made since I came to Maastricht was paid off. It's 1,5 higher than my result in Jakarta.

However, the most important is I don't need to book my return ticket to Indonesia now but next year or two year later. And I say "Wageningen, I'm coming"

Sabtu, April 23, 2011

Kamis putih dan Jum'at Agung di Maastricht

Memasuki tri hari suci paskah aku teringat akan meriahnya perayaan di tanah air, terutama di tempat kelahiranku di Kalimantan Barat. Gereja-gereja penuh oleh umat yang ingin beribadat, mulai dari anak-anak sampai ke orang-orang tua. Mereka bersuka ria untuk beramai-ramai bersama berdoa di Gereja.

Suasana begitu berbeda ketika aku dan temanku, Petronela (Indonesia) dan Villialdo (Guatemala) menghadiri ibadat Jum'at Agung di Pusat Paroki gereja Santa Theresia, Maastricht. Di gereja megah, seperti Katedral di Jakarta, ini sejauh yang saya bisa perhatikan hanya kami bertigalah anak mudanya. sisanya adalah mereka yang usianya kuperkirakan lebih dari setengah abad...Hal yang sama terjadi juga saat aku dan Nela Misa kamis putih di Kapel biara Suster-suster carolus Boromeus( Suster yang sama yang mengurus rumah sakit St.Corolus Jakarta) di dekat Centrum Maastricht.

Menurut suster Hedwig, asal Indonesia, yang sudah 2 tahunan ini bertugas di Maastricht, penomena ini adalah hal biasa yang sekarang di Belanda. Ia mengambil contoh bahwa biara mereka sudah 25 tahun terakhir ini tidak ada pelamar dari Belanda. Semua suster-suster muda yang saat ini bertugas berasal dari Indonesia, Philipina, Tanzania, dan daerah lainnya di luar Eropa. Untuk saat ini tambah beliau hampir tidak mungkin ada pelamar dari warga lokal. Aku jadi teringat saat PDO sebelum keberangkatan, dimana dari statistik penduduk Belanda di ketahui bahwa banyak dari mereka adalah tidak beragama. Namun, sisi kontrasnya adalah tingkat kriminalitas di sini cukup rendah.

Sungguh miris memang jika mengkilas balik ke beberapa abad yang lalu. Dulu Belanda, Eropa umumnya, adalah pusat penyebaran agama Kristen. Hal ini bisa diketahui dari teks-teks sejarah dan bukti nyata yang masih bisa di saksikan sekarang adalah bahwa Gereja sangat banyak dan dapat ditemukan dengan mudah, terutama di Maastricht. Namun kini sungguh kontras, gereja-gereja di Maastricht banyak yang sudah di alih fungsikan. Ada yang menjadi toko buku, hotel, dll.

Kembali saya berpikir saat selesai Ibadat Jum'at agung, "trend beragama kini mulai berbalik". Jika dulu para misionaris datang dari Eropa ke Asia, maka kini mereka datang dari Asia ke Eropa...

Namun, apapun yang terjadi sekarang ini, saya yakin bahwa Tuhan pasti punya rencana yang indah bagi umatnya.

Selamat Paskah untuk semua yang merayakannya.


Kamis, April 14, 2011

Hari ke tiga di Maastricht

Rabu, 13 April 2011...

Hari in icerah...dari forecast suhu sekitar 9 - 11 C. Kegiatan dari CES di mulai jam 2.15 pm, jadi pagi harinya kami masih punya banyak waktu bebas. Bangun pagi sekitar pukul 3, setelah mendengar teman sekamarku -Om John- bangun, terasa sangat dingin. Ada sedikit kejadian menarik ketika Om John menghidupkan tv pagi ini. Ternyata hampir semua stasiun TV menayangkan iklan dan acara dewasa, sampai ada yang benar-benar tanpa busana.

Pukul 6 am, kami masak sarapan pagi di kamarnya Wardah. Masih seperti hari sebelumnya, karena tidak punya minyak goreng, terpaksa saya kembali membuat pizza ala "Borneo". Setelah sarapan rencananya kami mau ke Asia Market jam 9. Namun karena harus melaundry pakaian di laundry room dengan mesin cuci Siemens yang belum pernah kami pakai, terpaksa kami harus mengganti tujuan ke Groceries terdekat, C 1000.

Bicara mengenai Laundry juga lucu. Jam 8 am kami ke laundry room dan ternyata kami tidak tahu bagaimana mengoperasikan mesin cucinya karena petunjuknya dalam bahasa Belanda. Om John berinisiatif menanyakan kepada ketugas receptionis. Namun karena jam kantor di Belanda adalah antara jam 9 am - 5 pm, receptionis belum datang dan yang ada hanya security, yang selalu ada 24 jam. Ternyata sang satpam juga kurang bisa mengerti mengoperasikan mesin cuci itu. Akhirnya saya hanya minta dia menterjemahkan bahasa belanda yang tertulis di mesin ke Inggris saja. Selanjutnya kami mencoba sendiri menggunakannya. Akhirnya, dengan naruli seorang engineer, saya sukses menggunakan mesin tersebut. Karena kami mencuci bersama, baru sekitar pukul 10.30 am pekerjaan kami selesai.

Berhubung kegiatan dari CES akan di mulai pada 2.15 pm, kami akhirnya memutuskan berbelanja ke tempat belanja yang terdekat dari penginapan, yang dapat ditempuh hanya sekitar 5 menit perjalanan. Cukup banyak bahan makanan yang kami beli, yang diperkirakan cukup sampai akhir minggu ini seperti : kentang, daging, bawang, minyak goreng, sambal, kecap, sawi, brocoli, dan buah-buahan. total belanjaan kami sekitar 3 kantong besar milik C 1000 dan hanya menghabiskan uang sebesar e 29,75. Untuk urusan belanja kami menggunakan uang kas hasil iuran sebesar e 20/orang/minggu yang akan digunakan untuk makan pagi dan malam. Untuk urusan makan sian kita akan membeli sendiri.

Tepat pukul 2.15 pm, kami di jemput oleh Bert. agenda hari ini adalah pengambilan fas foto untuk mengurus resident permit hari Jum'at nanti dan membuka bank account. Yang menarik dari pembuatan fas foto di sini adalah hasilnya langsung jadi tidak sampai 1 menit.... AMAZING.

Selesai berfoto, selanjutnya kami menuju Bank Ing. Membuka rekening Bank di Belanda harus mengisi form berbahasa Belanda. Untuk urusan ini untung kita ada yang membantu menterjemahkannya sehingga kita dapat mengisi dengan benar. Hanya saja tidak seperti di Indonesia yang nomer rekeningnya langsung jadi, di sini nomer rekening baru jadi setelah 5 hari kerja dan akan di antar ke alamat kita. Sebagai student, kami hanya perlu membawa certificate of enrollment dan Passport. Namun untungnya adalah kita tidak perlu mendepositkan se Euro pun untuk buka rekening.

Setelah selesai urusan dengan Bank acara selanjutnya adalah tour keliling kota dengan guide dari Maastricht city tour, Joop. Tour yang memakan waktu 1,5 jam ini di mulai dari pusat kota Maastrich, Gereja St. Servaas. Berkeliling di benteng Maastrich yang dulunya membentang mengeliling kota Maastrich dengan 13 menara. Namun hanya ada 1 menara yang tersisa hingga kini. Menara ini di bangun sekitar tahun 1229. Kemudian ke penggilingan gandum yang masih menggunakan kincir air, pusat perbelanjaan termahal di Stokstraat, dan banyak bangunan tua lainnya yang saya tidak ingat namanya. Namun yang menarik adalah semuanya masih terjaga hampir seperti aslinya dulu. Tepat pukul 6.00 pm tour guide kami mengakhiri tournya dengan mengatakan bahwa dalam waktu hanya 1,5 jam yang bisa ia lakukan hanya menunjukkan secara garis besar saja sepenggal sejarah maastricht, tidak mungkin untuk memberi semua deatilnya. Jika kami ingin mengetahui lebih lanjut lagi silakan membuat janji tour lagi. Untuk tawaran terakhir ini bagi saya mungkin adalah hal yang hampir tidak akan saya lakukan, karena bagi saya apabila sudah memegang peta dan buku petunjuk maka semuanya akan beres.

Selesai tour kami kembali ke Guest House, di sana juga sudah sampai satu lagi teman dari tanah air yang kemarin sempat bermasalah dengan visa,- salah gender-, Petronela. Sebelumnya dia sempat menunggu lama jemputan dari CES di stasium kereta Maastricht.

Kegiatan hari ini di tutup dengan santap malam bersama di basecamp kami di kamar P3.00.05.2 dengan menu cah brokoli daging sapi, sop kentang dan wortel, kopi pontianak, dan wine, total nilainya sekitar 8 euro untuk makan 6 orang. Murah bukan.......

Ini dulu cerita hari ini...besok saya cerita lagi.....


Rabu, April 13, 2011

Hari-hari pertama di Maastricht

Asyik...menyenangkan....menakjubkan....itulah kata-kata yang saat ini banyak kami ucapkan di tempat yang baru ini. Semuanya serba baru dan layaknya pengantin baru ini adalah masa-masa honeymoon kami di Belanda, tepatnya di kota Maastricht.

Perjalanan dimulai di Soeta, ketika kami (saya, Jhon, Dian, Hilma, dan Wardah) menaiki Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 88 yang membawa kami menuju Amsterdam. Berangkat dari terminal 2 pada pukul 21.30 WIB terlebih dahulu pesawat kami menuju Dubai. Sejurus saat pesawat akan take off saya menyadari bahwa saya baru saja memberikan donasi bagi orang di ruang tunggu bandara, karena HP saya tipe nokia 1616 (tanpa sim card ) yang sedang di charge lupa saya bawa dan tercarger manis di ruang tunggu. Kontan saja teman-teman yang lain bilang, "itu sudah kehendak Tuhan karena kamu memang berencana mau makai hp Belanda".

Penerbangan ini merupakan pengalaman pertama bagi saya berpergian ke luar Indonesia. sekitar 8 jam perjalanan, pukul 2.30 am (5.30 WIB) waktu setempat kami mendarat di Dubai, karena pesawat harus mengisi bahan bakar. Sebelum mendarat pemandangan kota Dubai yang baru saja selesai diguyur hujan sangat indah. Lampu-lampu jalan, perumahan, dan kantor-kantor tampak berwarna-warni dan rapi. Di sini kami punya waktu transit hanya 30 menit. Keluar dari pesawat kami menyerahkan boarding pas untuk di tukar dengan kartu transit dan kemudian harus melewati pemeriksaan super ketat (menurut saya jika dibandingkan dengan di Soeta) dimana kita harus melepas ikat pinggang, sepatu, koin dan dompet. Selanjutnya kami menuju bagian dalam bandara dan menikmati sekejap suasana Dubai, di mana aneka ragam orang ada di sini. Kemudian kami masuk ke ruang tunggu dengan menukarkan kembali kartu transit dengan boarding pas asli yang sebelumnya diserahkan ke petugas.

Dubai, 3.00 am kami berangkat kembali menuju Schiphol, Amsterdam. Penerbangan kembali di ketinggian normal air bus, 42.000 kaki dpl. Perjalanan menuju Amsterdam juga di tempuh sekitar 8 jam. Kami tiba di Bandara Schiphol tepat jam 9.00 amwaktu Belanda( 12.00 am Dubai). (Beda waktu Jakarta- Dubai = 3 jam Dubai di belakang Jakarta. Dubai _ Belanda = 2 Jam Belanda di Belakan Dubai. )

Setelah mengambil bagasi kami menuju arrival hall dengan melewati random check ( beruntung tidak ada dari kami yang kena random check). Di arrival hall kami telah di tunggu oleh Tim Knabben dari CES Maastricht, yang langsung membawa kami menuju bis. Di bis ternyata telah asa teman-teman ford dari India yang mendarat 3 jam lebih dulu dari kami. Ternyata bis yang di pakai untuk menjemput kami adalah sebesar bis patas AC, sementara penumpangnya hanya 8 orang ford fellow, Tim, Sopir+anaknya.

Perjalanan dari Schiphol menuju Maastricht ditempuh dalam waktu 3 jam dengan rute yang mengasyikkan. Melewati ladang-ladang gandum, peternakan, kincir angin, kota, dan banyak lagi yang intinya serba baru bagi kami.

Sesampai di Maastricht, kami langsung di antar menuju Guest House yang beralamat di Brouwersweg 100. Kami langsung di minta menanda tangani kontrak penginapan sampai 18 Agustus 2011. Saya mendapat kamar double bersama Bg Jhon di P3 00 09.2. Kemudian kami mendapat briefing singkat dari Aude dan tour seputar penginapan terutama tempa belanja makanan ( C 1000 dan Hema ). Jam 06.00 pm kami mendapat undangan dari Tante Jane, putri solo yang sudah menjadi warga Belanda.

Di rumah tante Jane kami merasa seperti di Indonesia, makan rendang sapi + telur, opor ayam, sop, dan kolak labu. sambil dinner juga kami bernyanyi lagu-lagu jadul di iringi dengan kemampuan gitar saya yang pas-pasan. Tapi yang penting Happy..... Agak kasihan juga dengan 3 teman dari India, karena di sini komunikasi di dominasi oleh Bahasa Indonesia......apalagi tante Jane hanya bisa Bahasa Belanda dan Indonesia..kita akhirnya jadi translator dadakan.... Pukul 9.30 acara terpaksa kami akhiri karena kondisi tubuh yang memang memerlukan istirahat....

Selasa, 12/4/2011.

suhu hari ini 11 C

Bangun pagi sekitar pukul 6.00 am...langsung menuju basecamp di P3.00.05 (kamar wardah yang sementara tinggal sendiri di kamar double). Menu makan pagi kita adalah nasi + mie + telur + buncis.... berhubungan lupa beli minyak goreng kemarin jadi semua menu adalah di rebus.

Hari ini kami di jemput jam 9.15 di Guest House menuju CES building yang dapat ditempuh dengan jalan kaki sekitar 20-30 menit. Di CES building, kami mengikut opening ceremony yang dilanjutkan dengan coffe break dan lunch.

After lunch, cuaca maastricht sempat hujan singkat. kami meneruskan tour ke School of Business building, perpustakaan, stasiun kereta, toko asia, toko komputer. Di Statiun kereta kami menukar USD kami ke Euro.... oh ya untuk survival hari pertama saat blm ada euro kami dapat donasi dari Hilma sekitar 15 euro, dan pinjaman dari Aude 20 euro.

Jam 6 kurang kami menyelesaikan tour kami. Saat teman-teman yang bawa laptop menyeting wireless dengan staf IT dari pukul 6-7 pm, saya memutuskan menjadi koki sehingga saat mereka selesai makan malam pun siap. kemudian setelah makan, saya bisa menulis cerita singkat ini......

Gak terasa udah jam 9.46pm ni...mau tidur dulu ah.....besok tak lanjutkan lagi ceritanya.....



Senin, Maret 28, 2011

Dinner with LBI : Hope it is not a farewell...

Setelah sehari sebelumnya mengikuti kegiatan Outbond di Lembur Pancawati, Rancamaya Bogor.

Senin, 28 Maret 2011... Sekitar jam 06.00 sore sekumpulan "anak-anak muda" yang datang dari seluruh Indonesia bersama para pengajarnya dari LBI UI berkumpul di restoran Handayani, Matraman. Mereka berkumpul bersama atas inisiatif LBI untuk bersyukur atas segala pencapaian-pencapaian yang telah diusahakan selama hampir 6 bulan sejak 4 Oktober 2010, dimana placement test dilaksanakan.

Kegiatan berlangsung santai dan penuh keakraban. Setelah diawali dengan kata sambutan berturut-turut dari Ibu Sisil, Direktur LBI UI; Ibu Nurwening, Perwakilan dari IIEF; Ibu Marsue, Perwakilan dari pengajar, acara dilanjutkan dengan makan malam bersama. Kemudian kami para peserta kursus dibagi menjadi 3 group,- A, B, dan C,- untuk mengikuti permainan yang dibawakan oleh para tutor. Permainan ini berupa kuis yang temanya adalah "seberapa jauh kami para peserta mengenal mereka, para tutor dan LBI. Pertanyaan-pertanyaannya seperti misalnya: merk TV di perpustakaan LBI, ukuran sepatu tutor, merk HP tutor,jumlah anaknya, penyakit yang pernah mereka derita, dll. dalam permainan ini setiap kelompok di minta memilih nama binatang sebagai nama kelompok dan menirukan suaranya sebagai "bel" untuk tanda siap menjawab pertanyaan yang ditentukan oleh juri dari tutor. Permainan ini di menangkan oleh group C ( Daeng CS) dan mendapat souvenir berupa kotak kartu nama.

Selanjutnya, acara persembahan dari para peserta. Di mulai dengan kesan-kesan selama mengikuti PAT dari perwakilan setiap kelas, Hendro, kelas A; Harli, kelas B; Miftha, kelas C; dan Agustinus, kelas D, kemudian persembahan sebuah lagu oleh bang Nahad Baunsele.

Acara di tutup dengan pemutaran slide-slide foto kenangan dari awal kedatangan dan PAT sampai momen akhir Maret di LBI. Banyak foto-foto lucu yang diambil oleh fotografer cohort IX, Umar, ditampilkan di slide yang di buat oleh rekan Irfan. Pemutanan ini semakin berkesan dengan joke-joke segar dari sang MC, Daeng Abdul Hakim.

Tanpa terasa waktu sudah 3 jam-an berlalu. Sebagai sesi terakhir adalah acara foto bersama dan bersalaman dengan para tutor.

Singkat memang acara ini, namun sangat berkesan sekali. Seperti kata Ibu Sisil dalam pidato pembukanya bahwa ini bukanlah sebuah Farewell Party...tapi merupakan pesta kemenangan atas segala pencapaian yang telah kita capai selama ini. Hal yang sama juga disampaikan oleh Mbk Nune. Kami semua sadar bahwa ini adalah sebuah permulaan yang berat untuk menempuh tahap/stage selanjutnya dimana kami harus berjuang untuk menggapai impian yang sudah di depan mata. Memang ada banyak tantangan dan cobaan yang harus kami hadapi nanti, mungkin harus dihadapi seorang diri namun kami harus bisa mandiri untuk menunjukkan kualitas kami sebagai orang-orang terpilih dari 9223 orang pelamar IFP cohort IX.

I really miss this moment and every single happening that happens before it during PAT. I miss all of my friends.

Minggu, Januari 30, 2011

Sidang Adat Dayak penyelesaian Kasus Prof Dr Thamrin Amal Tomagola

Sabtu, 22 Januari 2011 yang lalu menjadi hari yang penting bagi masyarakat Adat Dayak dan Prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola. Pada hari ini, Prof. Thamrin akhirnya datang ke Palangka Raya, untuk menjalani pengadilan adat atas dirinya, terkait pernyataannya yang menyinggung perasaan masyarakat Suku Dayak ketika menjadi saksi ahli pada persidangan kasus video porno Ariel di PN Bandung pada 2 Desember 2010 lalu, oleh Pengadilan Adat Dayak se Kalimantan. Sebelum menjalani persidangan di Betang Eka Tinggang Nganderang, sosiolog UI ini menggelar jumpa pers untuk melakukan permintaan maaf secara nasional. Adapun isi dari pernyataan maaf ini nantinya juga akan menjadi bahan pertimbangan tujuh Mantir hai ( Hakim Agung ) yang terdiri dari mantir-mantir dari Kalteng, Kalsel, Kaltim, dan Kalbar, dalam mengambil keputusan. Dalam persidangan yang diberi nama “Persidangan Adat Dayak Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu” atau dalam Bahasa Indonesia berarti “ memutus dendam yang berkepanjangan dalam menuju perdamaian kea rah yang lebih baik antara masyarakat Dayak dengan yang disidangkan” ini keamanan Sang Prof untuk datang diadili selain dijamin oleh pihak keamanan juga oleh pemuka-pemuka adat Dayak di Kalteng selaku penyelenggara. Hasil dari persidangan ini adalah final dan mengikat, keputusan yang dihasilkan tidak dirasakan dan kelihatan berat karena tujuannya adalah untuk menyelesaikan persoalan. Namun jika terjadi pelanggaran oleh pihak yang diadili, maka berat resiko yang mungkin terjadi akan berada diluar dugaan dan jarak geografis tidak akan bisa mengganggu resiko.

Dalam pengadilan adat yang memakan biaya sebesar 265 juta ini (berasal dari berbagai sumbangan dan kas MADN ), pasal-pasal yang akan dikenakan kepada Sang Sosiolog UI tersebut ditetapkan oleh Mantir Hai. Menurut A. Teras Narang, Presiden majelis Adat Dayak nasional (MADN) akan diambil dari Hukum Adat Dayak yang disepakati di TUmbang Anoi pada tahun 1894 yang diterima dan berlaku untuk seluruh Suku Dayak di seluruh Pulau Kalimantan, termasuk Sabah dan Sarawak. Bertindak sebagai Tim Jahawen ( Jaksa) dalam pengadilan ini adalah Drs Lukas Tingkes, Sabran Achmad, Dr Siun Jarias, Marthen Ludjen, Ny Inun Maseh, dan Guntur Talajan SH MPd.

Prosesi persidangan diawali dengan masuknya Tim jahawen (tim enam) selaku penuntut hukum adat ke dalam ruang sidang , kemudian pelanggar adat ( Thamrin Tamagola) dipanggil memasuki ruangan dan menduduki kursi yang sudah disediakan menghadap majelis hakim adat ( Mantir Hai ). Selanjutnya Mantir Hai bersama Presiden MADN memasuki ruang siding. Sidang diteruskan dengan penyerahan Sangku Basara, yang melambangkan bukti penyerahan sengketa adat kepada majelis sidang adat, oleh satu orang perwakilan tim enam dan satu orang dari pihak Thamrin Tamagola, lalu Ketua Majelis Sidang Adat menyatakan bahwa persidangan dibuka dan terbuka untuk umum. Selanjutnya tim enam selaku penuntut membacakan tuntutannya yang terdiri atas 5 tuntutan yang mengacu kepada hasil kesepakatan Tumbang Anoi 1894. Tuntutan itu adalah membayar lima pikul garantung yang diserahkan kepada majelis sidang adat, meminta maaf di depan masyarakat Dayak di depan persidangan dan melalui berbagai media lokal dan nasional, kemudian mencabut hasil penelitiannya, dan mencabut pernyataannya pada saat sidang Ariel peterpan, serta membayar uang denda (Singer) untuk upacara adat sebesar Rp 77.777.777.

Setelah menskor sidang selama sekitar 10 menit untuk membicarakan keputusan, akhirnya Mantir Hai membacakan keputusan dan menjatuhkan hukuman terhadap Thamrin. Hukuman tersebut adalah :

1. Meminta maaf kepada seluruh majelis sidang dan hadirin atas pernyataannya yang melukai suku Dayak.
2. Membayar denda berupa gong garantung kepada presiden MADN,
3. Membayar semua biaya pelaksanaan sidang adat yang nilainya sekitar Rp77.777.777
4. Mencabut semua pernyataan yang pernah dia ucap tentang suku dayak yang biasa berhubungan intim tanpa ikatan pernikahan di pengadilan negeri Bandung, pada persidangan kasus asusila yang diperankan oleh Ariel Peterpan
5. Memusnahkan hasil risetnya yang mendiskreditkan suku dayak itu.

Atas hukuman yang dijatuhkan kepadanya sang Sosiolog UI menerima dengan tulus. “Saya meminta maaf kepada seluruh masyarakat dayak, atas pernyataan saya yang menghina, menistakan, dan melecehkan Suku Dayak di Indonesia. Dan dengan tulus ikhlas, saya akan menerima dan menyanggupi semua keputusan dari majelis sidang adat,” kata Prof Thamrin dengan penuh penyesalan.

Demikianlah akhir dari perjalanan kasus ikut meramaikan Nusantara, Kalimantan khususnya, selama hampir 2 bulan ini. Sesuai dengan tujuannya yang tercermin dalam nama persidangannya maka setelah keputusan yang diambil dalam persidangan ini, dan diikuti oleh pelanggar adat, yang dalam hal ini Prof Dr Thamrin Amal Tamagola, tidak ada lagi dendam di antara masyarakat dayak dimana pun berada dengan Prof Thamrin. Kiranya peristiwa ini menjadi sebuah momentum yang semakin memperkuat dan memperteguhkan persatuan dan kesatuan bangsa demi kebangkitan dan kejayaan masyarakat Dayak di tengah-tengah heterogenitas suku-suku bangsa di Nusantara dalam bingkai NKRI.

Sumber :

1. http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2011/01/21/pengadilan-adat-dayak-terhadap-prof-dr-thamrin-amal-tomagola/

2. http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/2010/04/18/penyeragaman-96-pasal-hukum-adat/

3.Pontianak PostMinggu, 23 januari 2011 : Thamrin diganjar lima tuntutan minta maaf di sidang Adat dayak





Senin, Januari 10, 2011

Penghinaan terhadap masyarakat Dayak oleh seorang Profesor

Kemarin, Minggu 9 Januari, saya menerima sms dari salah seorang murid saya yang kini kuliah di salah satu Universitas di Surabaya,Magrita Inggrit, yang mengabarkan bahwa masyarakat Dayak sedang ramai berdemo terkait pernyataan seorang profesor bahwa free sex di masyarakat Dayak adalah hal yang biasa. Sayangnya saat saya menanyakan lebih detail mengenai masalah ini dia tidak bisa menjelaskan. lalu saya kira ini hanyalah isu kecil, dan saya melupakannya. Namun siang tadi, saat sesi kedua kursus di LBI-UI salemba, saya kembali menerima sms dari salah seorang rekan dari Dango Khatulistiwa Jakarta yang mengajak melakukan aksi di depan istana bersama ketua Dewan Adat Dayak Kalimantan Barat, Bpk. Cornelis (sekarang Gubernur KalBar), pada hari Rabu tanggal 12 Januari 2011 nanti. Adapun aksi ini bertujuan untuk meminta klarifikasi dari prof. Dr. Thamrin Amal Tomagola, Guru Besar FISIP UI, mengenai pernyataannya yang menyatakan bahwa "Dari hasil penelitian saya di Dayak itu, bersenggama tanpa diikat oleh perkawinan oleh sejumlah masyarakat sana sudah dianggap biasa. Malah, hal itu dianggap sebagai pembelajaran seks," saat memberikan kesaksian sebagai saksi ahli yang meringankan pada kasus persidangan video porno Ariel di PN Bandung pada Kamis, 2 Desember 2010 lalu.

Penasaran dengan kasus ini maka selesai sesi kursus saya langsung googling dengan menggunakan key words "prof dr thamrin" maka saya langsung mendapatkan 86.600 hasil dalam 0,08 detik. Setelah membaca duduk persoalan sebenarnya ( di kompasiana , Jurnal Toddopuli ) saya merasa sangat marah, apalagi kebetulan saya dilahirkan dengan entitas ke-Dayak-an saya, bahwa hal ini merupakan suatu bentuk penghinaan terhadap masyarakat Dayak yang sangat menjunjung tinggi nilai moral dan etika. Jangankan untuk melakukan seks bebas, berduaan ditempat gelap/sepi saja maka muda-mudi Dayak akan langsung di hukum adat dan dinikahkan. Selain itu, sebagai salah seorang alumni UI saya merasa malu karena seorang Guru Besar dari salah satu kampus terbaik di Negeri ini memberikan pernyataan yang sifatnya melecehkan suatu etnik, memancing perpecahan suatu bangsa, dan diperoleh dari penelitian yang tidak valid. Bagaimana mungkin seorang profesor (+ Dr ) mengambil sebuah kesimpulan dari penelitian suatu etnik hanya dengan mengambil sampel dari 10 responden ? Apakah ini menjadi sebuah cerminan betapa buruknya riset di negeri ini. semoga saja tidak.

Pernyataan prof. Dr. Thamrin ini telah mendartangkan berbagai protes dari masyarakat Dayak, Baik di Internet, penggelaran aksi di sejumlah tempat seperti Pontianak, Palangkaraya dan Jakarta, juga protes tertulis dari sejumlah Organisasi Pemuda, Adat dan LSM yang berhubungan dengan masyarakat Dayak. Mereka semuanya mengutuk pernyataan tidak berdasar Sang profesor tersebut dan menuntut dia untuk segera meminta maaf kepada seluruh masyarakat Dayak dan di jatuhi hukum Adat.

Diantaranya :

Aktor kawakan yang juga putra Dayak, Piet Pagau, pada 6 januari 2011 pukul 12.08 menulis di FB: “Sdra2ku sebangsa setanah air, krn sdh menyangkut harga diri, martabat, harkat kita Bangsa DAYAK, hrp sdr2ku yg Pengurus Perkumpulan, Kekeluargaan, Paguyuban, Forum Dayak 4 Provinsi Kalimantan, membuat pernyataan tertulis dan sampaikan langsung ke PN BANDUNG, menolak kesaksian Prof. Thamrin Amal, agar Majelis Hakim mengabaikan kesaksian tsb dalam pertimbangan vonis kasus Ariel krn apa yg dikatakannya dalam kesaksian tsb adalah tdk benar dan ybs harus minta maaf secara terbuka kepada bangsa kita melalui media massa. Tembuskan ke semua media cetak / elektronik yg memuat berita tsb dan ke UI. Saya siap turut bertanda-tangan”

Selasa, 4 Januari 2011 sebanyak 23 organisasi dan LSM yang berhubungan dengan masyarakat adat Dayak di Kalimantan Barat mengirim surat protes kepada kompas.com dan inti dari surat terbuka tersebut dimuat kompas.com esok harinya. Ke-23 lembaga tersebut menyatakan:

1. Bahwa pernyataan tersebut telah mendiskreditkan dan menimbulkan persepsi negatif publik terhadap masyarakat Dayak bahkan menjurus ke arah fitnah yang merendahkan harkat, martabat dan harga diri masyarakat Dayak secara keseluruhan.

2. Bahwa pernyataan di atas menunjukkan yang bersangkutan tidak sensitif dan tidak memahami keberagaman suku bangsa di Indonesia pada umumnya, dan khususnya suku bangsa Dayak secara utuh.

3. Bahwa hasil penelitian yang dirujuk tersebut tidak akurat karena menggeneralisir semua suku bangsa Dayak. Untuk diketahui, di Kalimantan Barat saja ditemukan sejumlah 151 sub suku Dayak (lihat “Mozaik Dayak: Keberagaman Subsuku dan Bahasa Dayak di Kalimantan Barat”, Pontianak: Institut Dayakologi, 2008).

4. Bahwa pernyataan tersebut telah mempertaruhkan dan mengorbankan harkat, martabat dan kredibilitas suku bangsa Dayak secara keseluruhan hanya demi membela kasus asusila video porno mirip Ariel.

5. Bahwa pernyataan tersebut telah melukai hati dan meresahkan masyarakat Dayak.

Berdasarkan poin 1, 2, 3, 4, dan 5 di atas, maka Kami mendesak Saudara Prof. Dr. Tamrin Amal Tamagola untuk:

1. Menyampaikan klarifikasi secara tertulis melalui media massa nasional (elektronik maupun cetak).

2. Mencabut pernyataan pada Kompas.com (Kamis, 30/12/2010) yang dimuat di media massa nasional (elektronik maupun cetak).

3. Menyampaikan permintaan maaf secara tertulis kepada suku bangsa Dayak secara keseluruhan yang harus dimuat pada media massa nasional (elektronik maupun cetak).

Surat tertanggal 4 Januari 2011 tersebut disampaikan 23 lembaga, antara lain Yayasan Karya Sosial Pancur Kasih (YKSPK), Pontianak, Institut Dayakologi, Lembaga Bela Banua Talino (LBBT), WALHI Kalbar, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, Lembaga Dayak Panarung (LDP) Kalteng, AMAN Kalteng, Perkumpulan Nurani Perempuan, Samarinda Kaltim, Lembaga Pemberdayaan Pergerakan Rakyat (ELPAGAR) Kalbar, Lembaga Adat Dayak Tobak, Sanggau, Kalbar, Aliansi Masyarakat Adat Banua Ningkau (AMA-BN) Sintang, Kalbar, Gerakan Masyarakat Adat Kabupaten Melawi (GEMA-KAMI) Kalbar, Persatuan Masyarakat Dayak Limbai (PERMADALI), Melawi Kalbar, Gerakan Masyarakat Adat Serawai (GEMAS), Sintang Kalbar, Persatuan Masyarakat Dayak Ransa (PEMADAR), Melawi Kalbar, PERUGOK MACAN MAYAO, Sanggau Kalbar, FORMALAK (Forum Mahasiswa Landak) Kalbar, Sekretariat Masyarakat Adat Dayak (SKAK-MAD) Kapuas Hulu, Kalbar.

Tanggal 6 Januari 2010 Forum facebooker Aliansi Penulis Dayak (APD) mengirim surat protes kepada redaksi www.kompas.com dan ditembuskan ke Dewan Pers, PWI dan AJI terkait pemberitaan portal kompas.com tersebut.

APD menyampaikan protes keras atas berita yang dimuat portal www.kompas.com tertanggal 30 Desember 2010. “Pernyataan Pro.Thamrin Amal Tamagola tersebut jelas merupakan fitnah, kabar bohong, rasis dan telah menimbulkan kebohongan. Kami sangat menyangkan www.kompas.com memuat pernyataan Prof. Thamrin tersebut tanpa melakukan cek, ricek dan tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan dari pemberitaan tersebut,” tulis pernyataannya.

Menurut APD, pemberitaan tersebut telah melanggar UU Pers, UU ITE dan KEWI.

Sesuai Pasal 5 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999 yang berbunyi: “Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah”.

Pasal 28 ayat (2) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang berbunyi: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pemberitaan di rubric entertainment kompas.com tanggal 30 Desember 2010 tersebut juga melanggar Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia yang ditetapkan di Jakarta 14 Maret 2006. Yakni :

Pasal 3:Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
(Kompas.com tidak melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu dan tidak berimbang).

Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
(berita yang dimuat Kompas.com adalah bohong dan fitnah).

Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani. (berita yang dimuat Kompas.com adalah bohong dan fitnah).

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.(Kompas.com tidak segera mencabut, meralat dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembacanya).APD meminta agar Redaksi kompas.com mencabut berita tersebut dan meminta maaf kepada masyarakat Dayak karena secara jurnalistik dan secara hukum berita tersebut telah melanggar UU Pers dan UU ITE.


Terkait pernyataannya yang kontroversial tersebut Prof. Dr. Thamrin meminta maaf.

Makin meluasnya protes dan kemarahan masyarakat Dayak di Indonesia nampaknya membuat Prof. Dr. Thamrin dengan berat hati harus meminta maaf. Abdon Nababan, Sekjen AMAN melalui milist adatlist@yahoogroups.com mem-fowardkan surat elektronik berisi klarifikasi dan permintaan maaf dari Prof. Dr. Thamrin Amal Tamagola. Berikut isinya.

Kepada Seluruh saudaraku warga masyarakat Dayak yang saya hormati, Pertama-tama dan yang paling utama dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf yang sedalam-dalamnya telah menyinggung kehormatan warga Dayak dan adat-istiadatnya yang mulia. Sebagai penjunjung asas bhinneka tunggal ika saya berupaya bersama-sama banyak teman senusantara untuk memuliakan asas kebhinekaan sampai kapanpun.

Kedua, saya berkewajiban untuk mengklarifikasi apa yang sesungguhnya terjadi dan terucapkan dalam kesaksian saya di peengadilan kasus Ariel di Bandung, 30 Desember yang lalu. Adalah saya yang menawarkan diri lewat suatu acrara di TV One untuk menjadi saksi ahli yang meringankan. Tawaran itu saya berikan karena menurut pendapat saya, kasus Ariel itu menyangkut hak-pribadi dasar warganegara. Dengan bersaksi saya ingin menegakkan prinsip-prinsip dasar dalam hidup bermasyarakat dan bernegara-bangsa. Karena saya menolak imbalan dalam bentuk apapun untuk kesaksian yang saya berikan. Keluarga Ariel pernah menawarkab ‘fee’, akomodasi dan transportasi. Semuanya saya tolak. Dalam kesaksian saya, saya menekankan tiga nilai fundamental: kemajemukan, toleransi dan penghormatan atas keunikan suatu budaya.

Selama hampir 1 jam saya berupaya meyakinkan majelis hakim tentang penjunjungan ketiga nilai fundamental itu. Hakim Ketua, meminta contoh konkrit. Saya lalu mengacu pada temuan penelitian kualitatif saya sewaktu menjadi konsultan di Depertemen Transmigrasi tahun 1982-1983. Pennelitian kualitatif saya lakukan di Kalimantan Barat dan Papua Selatan. Pada masing-masing lokasi saya melalukan wawancara mendalam dengan 10 ibu-ibu usia subur sebagai informan saya. Kepada majelis hakim saya tegaskan bahwa atas dasar hanya 10 informant, temuan saya samasekali tidak dapat digeneralisasi terhadap semua puak dan warga Dayak. Paling banter, temuan itu hanya sebagai petunjuk-petunjuk sementara yang masih perlu diuji lagi.

Sewaktu berhadapan dengan wartawan di laur sidang, dengan bertubi-tubinya pertanyaan wartawan, saya samasekali tidak sempat menjelaskan secara detail seperti yang saya kemukakan di ruang sidang pengadilan. Saya sangat menyesal tidak menyiapkan penjelasan tertulis untuk dibagikan pada wartawan. Akhirnya yang termuat di media adalah kutipan sepotong-sepotong yang ‘out of context’. Sangat dapat dimengerti bila saudara-saudara saya warga Dayak sangat tersinggung dan marah oleh pemberitaan seperti. Saya sungguh-sungguh menyesal telah menimbulkan amarah, yang wajar dari seluruh warga masyarakat Dayak, dan untuk itu, sekali saya memohon maaf yang sebesarnya. Saya belajar banyak dari kesalahan ini dan berjanji pada diri saya, khususnya kepada seluruh warga masyarakat Dayak, dan umumnya kepada semua warga masyarakat adat nusantara, untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.

Semoga semua kita tetap rukun dan damai dalam kebhinnekaan nusantara kita. Salam kebhinnekaan.

Tamrin Amal Tomagola Pada Jum, 07 Jan 2011 14:38


Namun nasi sudah menjadi bubur, permintaan maaf melalui media saja belumlah cukup. Masyarakat dayak adalah masyarakat yang masih memegang teguh adat istiadat. Pernyataan profesor tersebut sudah melukai ratusan bahkan puluhan ribu hati masyarakat dayak,maka secara adat Beliau harus di hukum adat.

Menurut YP Laway, seorang professor adalah intelektual, berpangkat, terpandang, status beda jauh dengan masyarakat biasa. ”Karena salah nunjuk saka salah, kepangpang buruk/ngiring kora kepote, kotam kebubu. Maka apa yang disampaikannya sehingga melukai komunitas masyarakat maka dalam hukum adat bisa juga dianggap membutakan mata, memburukn hati, mencapa babahn, menikam hati mambar darah,” kata YP Laway, pemuka masyarakat yang berdomisili di Sandai. Karena itu, tak cukup dengan permintaan maaf melalui SMS/media massa. Karena adat Dayak itu hidup dikandung adat, mati dikandung tanah. Hidup bapamalu, mati bapamali. Jadi harus ada agah pandir tutur kata basungk adat pada masyarakat adat melalui para tetua petinggi adat. Baru adat cicil harisnya dengan maksud memberitahu bahwa acara beradat dan hukum adat selesai. Ia menjelaskan hukum adat dilakukan atas dasar: Fakta, realita, cepat, tepat, lugas dan tuntas. “Hukum adat tidak ada peninjauan kembali setelah basurungk adat maka dianggap beres keseluruhan,” kata pria yang akrab dipanggil Panglima Bunga. Ia menuturkan dengan melaksanakan hukum adat akan terjadi perdamaian tuntas antara Profesor Thamrin dengan masyarakat dayak. Masyarakat Dayak tidak lagi khawatir akan terjadi bencana alam, sakit dan penyakit karena hubungan sudah dipulihkan. Semangat sudah kembali keruang, dipulihkan berkat hukum adat. Maka, dengan Pak Profesor dan masyarakat Dayak jangan melihat untung dan rugi. Tetapi esensi yang terkandung di hukum adat itu harus dilihat. (http://www.pontianakpost.com)

Belajar dari kasus ini, maka sangatlah penting bagi kita yang mengaku sebagai seorang terpelajar untuk selalu mengutamakan asas praduga tak bersalah dan berhati-hati dalam memberikan pernyataan. Jangan sampai pernyataan kita justru memberikan keresahan pada masyarakat daripada memberikan ketenangan.