Sabtu, November 21, 2009

MANDIRI ENERGI : DIMULAI DARI DAPUR

Pada 14 Februari 2007 yang lalu, Presiden Rupublik Indonesia secara resmi meluncurkan program Desa Mandiri Energi ( DME ). Program ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat desa terhadap bahan bakar minyak, terutama minyak tanah, untuk keperluan sehari-hari. Program ini juga dipandang sebagai bagian dari usaha untuk mendorong ekonomi pedesaan. Desa Mandiri Energi (DME) merupakan desa yang memenuhi kebutuhan energinya secara mandiri yang berasal dari sumber-sumber energi baru dan terbarukan, seperti biofuel, terutama yang didapat dari minyak jarak pagar, energi bayu/angin, energi surya maupun mikrohidro. Pada prinsipnya, program ini mendorong masyarakat untuk menyediakan energi yang cukup bagi desanya sendiri. Sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru, mengurangi kemiskinan, dan menciptakan kegiatan-kegiatan lain yang produktif. Desa-desa ini tidak termasuk dalam kategori derah tertinggal, namun mempunyai potensi untuk mandiri dalam energi, sehingga dapat memberikan kelebihan energi kepada pihak-pihak lain. Dalam hal ini, ada dua tipe Desa Mandiri Energi yang pertama adalah Desa Mandiri Energi yang dikembangkan dengan non BBN (Bahan Bakar Nabati) seperti desa yang menggunakan mikrohidro, tenaga surya,dan biogas. Yang kedua adalah Desa Mandiri Energi yang menggunakan bahan bakar nabati atau biofuel seperti dari kelapa sawit, singkong, tebu, tanaman jarak,kesambi, dan lain-lain.

Pembangunan dan kemajuan suatu negara yang berkesinambungan, sangat tergantung akan ketersediaan energi yang berkelanjutan pula. Ini membuktikan
bahwa energi sangatlah penting karena energi merupakan komponen vital
dalam industri dan kehidupan manusia untuk meningkatkan taraf hidup
manusia. Menurut Dr. Agus Rusyana Hoetman, Asisten
Deputi Urusan Pengembangan Rekayasa-Ristek "Kondisi energi di Indonesia pada dekade yang lalu sangat tergantung pada penggunaan BBM, karena Bahan Bakar Minyak merupakan bahan bakar yang berasal dari fosil yang semakin lama semakin menipis, oleh karena itu pemerintah mencari solusi yaitu mengganti BBM dengan energi baru dan terbarukan, Pemerintah pada tahun 2025 berambisi untuk mengurangi penggunaan BBM hingga 20% dari seluruh bauran energi kita. Perubahan bauran energi dari tahun ini sampai 2025,yaitu :1.Batubara dari 14% menjadi 33%, 2.Gas dari 20% menjadi 30%, 3.BBM dari 54% menjadi 20%,dan 4.Energi baru-terbarukan 12% menjadi 17%. Energi baru dan terbarukan harus terus ditingkatkan karena dinilai ramah lingkungan. Sedangkan komposisi energi ini :1.5%biofuel,2.5% geothermal dan 3. 7% energi surya, angin, samudera, batu
bara cair.

Nah bagaimana dengan masyarakat kita yang ada di Kabupaten Landak. Apakah kita sudah menjadi masyarakat yang mandiri dalam hal energi…?. Jujur saja bahwa kita masih jauh dari kondisi yang demikian ideal seperti yang digambarkan di atas. Namun kita bisa memulai untuk bisa mandiri dalam hal sumber energi sederhana untuk keperluan memasak sehari-hari, terutama bagi masyarakat di pedesaan. Seperti yang kita ketahui bahwa hampir semua masyarakat kita di pedesaan memasak masih menggunakan kayu bakar ( energi biomassa ) dengan tungku segitiga yang sederhana. Kelemahan dari sistem memasak di tungku biasa ini diantaranya adalah kurang efisien dan boros. Hal ini disebabkan banyaknya panas yang hilang ketimbang yang dipakai untuk memasak. Untuk mengatasi hal ini maka kita dapat membuat sebuah tungku modifikasi yang lebih efisien yang dapat mengurangi kehilangan panas dari sumber api dan dapat menghemat kayu bakar. Tungku modifikasi ini selain dapat dipakai untuk memasak dengan sistem kayu bakar seperti biasa juga dapat menggunakan bahan bakar serbuk gergaji.

Untuk membuat tungku modifikasi ini tidak diperlukan biaya yang besar, bahan-bahan yang diperlukan diantaranya : kaleng bekas berbentuk persegi atau bulat yang tingginya sekitar 30 – 40 cm, pasir + 1 ember, semen 4 kg. Adukan semen dan pasir dicetak pada kaleng dengan membuat lubang berbentuk L dengan diameter + 15 cm dan bagian atas dibuat area sirkulasi udara setinggi kira-kira 3 – 5 cm. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berikut :

Setelah selesai dicetak, biarkan tungku mengeras selama 1 – 2 hari maka tungku siap untuk digunakan.

Berdasarkan ujicoba yang dilakukan oleh penulis untuk memasak satu ceret air waktu yang diperlukan lebih singkat daripada menggunakan tungku segitiga besi yang biasa dan bahan bakar/ kayu yang di perlukan juga lebih sedikit ( sekitar 2 – 3 potong saja). Berikut gambar tungku saat dipakai memasak dengan menggunakan campuran serbuk gergaji dan potongan kayu kecil.


Jika tidak ingin repot untuk menggunakan serbuk gergaji ( karena untuk menggunakan serbuk gergaji harus dipadatkan dengan cara di tumbuk), kita dapat langsung menggunakan potongan kayu seperti biasa. Keuntungan lain dari tungku model ini selain hemat dan efisien, kita juga tidak perlu repot harus meniup nyala api agar besar, cukup dengan mendorong kayu ke dalam maka akumulasi panas pada bara api akan langsung menyalakan kayu bakar. Bagaimana, mudah bukan ? Selamat mencoba dan rasakan kemudahannya.

Tidak ada komentar: